Sabtu, 03 Oktober 2020

MENYONGSONG ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 (TRANSFORMASI DIGITAL)

Rangkuman Pertemuan 3

Era Revolusi Industri 4.0 (Transformasi Digital)

Revolusi industri secara simpel artinya adalah perubahan besar dan radikal terhadap cara manusia memproduksi barang. Perubahan besar ini tercatat sudah terjadi tiga kali, dan saat ini kita sedang mengalami revolusi industri yang keempat. Setiap perubahan besar ini selalu diikuti oleh perubahan besar dalam bidang ekonomi, politik, bahkan militer dan budaya. Sudah pasti ada jutaan pekerjaan lama menghilang, dan jutaan pekerjaan baru yang muncul.

Revolusi Industri 1.0

Revolusi industri pertama adalah yang paling sering dibicarakan, yaitu proses yang dimulai dengan ditemukannya lalu digunakannya mesin uap oleh James Watt pada tahun 1764 dalam proses produksi barang. Penemuan ini penting sekali, karena sebelum adanya mesin uap, kita cuma bisa mengandalkan tenaga otot, tenaga air, dan tenaga angin untuk menggerakkan apapun. Hasilnya, barang-barang dapat diproduksi dalam waktu yang relatif singkat sehingga jumlahnya melimpah dengan harga murah. Revolusi Industri I membawa peralihan dari perekonomian berbasis pertanian menjadi perekonomian berbasis industri. Hal ini menandai dimulainya Era Mekanisasi.

(Mesin Uap)

Revolusi Industri 2.0

Revolusi industri kedua yang terjadi di awal abad ke-20. Saat itu, produksi memang sudah menggunakan mesin. Tenaga otot sudah digantikan oleh mesin uap, dan kini tenaga uap mulai digantikan dengan tenaga listrik. Namun, proses produksi di pabrik masih jauh dari proses produksi di pabrik modern dalam satu hal: transportasi. Pengangkutan produk di dalam pabrik masih berat, sehingga macam-macam barang besar, seperti mobil, harus diproduksi dengan cara dirakit di satu tempat yang sama.

Revolusi Industri 2.0 diawali dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Faraday & Maxwell sehubungan penggabungan kekuatan antara sistem magnetik dengan sistem elektrik yang menggerakan mesin proses produksi serta ditemukannya ban berjalan yang digunakan dalam proses perakitan di berbagai industri, sehingga dapat menghasilkan produk dalam jumlah besar (mass production). Lahirlah Era Elektrik.

(Proses perakitan mobil Ford model T jauh lebih efisien dengan bantuan conveyor belt)


Revolusi Industri 3.0

            Setelah mengganti tenaga otot dengan uap, lalu produksi paralel dengan serial, Faktor berikutnya yang diganti adalah manusianya. Setelah revolusi industri kedua, manusia masih berperan amat penting dalam produksi barang-barang. Revolusi ketiga dipicu oleh mesin yang bergerak, yang berpikir secara otomatis: komputer dan robot. Revolusi Industri 3.0 dimulai dari temuan internet dan komputer yang mempengaruhi pola komunikasi dan peredaran informasi di masyarakat. Juga temuan robot yang menggantikan tenaga kerja manusia dalam proses perakitan namun masih dikontrol oleh human operators. Dengan demikian, bergeser ke era otomatisasi.

(Komputer Colossus)

Revolusi Industri 4.0

            Revolusi Industri 4.0 merupakan bentuk kemajuan teknologi yang mengintegrasikan dunia fisik, digital, dan biologis, sehingga terjadi perubahan mendasar dalam cara hidup manusia. Industri 4.0 melanjutkan dari era revolusi sebelumnya yaitu Industri 3.0, dimana teknologi yang ada semakin berkembang dan terintegrasi. Kemajuan teknologi semakin memudahkan hidup manusia, salah satunya dengan kemunculan internet dan teknologi digital yang semakin memudahkan konektivitas manusia dan juga penyebaran informasi. Revolusi industri mengalami puncaknya saat ini dengan lahirnya teknologi digital yang berdampak masif terhadap kehidupan manusia. Revolusi industri terkini atau generasi keempat mendorong sistem otomatisasi di dalam semua proses aktivitas. Dunia saat ini sedang menghadapi perubahan industry ke-4 atau yang dikenal dengan Industri 4.0. Istilah Industri 4.0 pertama kali muncul di Jerman saat diadakannya Hannover Fair 2011. Industri 4.0 diprediksi memiliki potensi manfaat yang besar diantaranya mampu memenuhi kebutuhan pelanggan secara individu, proses rekayasa dan bisnis menjadi dinamis, pengambilan keputusan menjadi lebih optimal, melahirkan model bisnis baru dan cara baru dalam mengkreasikan nilai tambah.

    Industri 4.0 melalui konektivitas dan digitalisasinya mampu meningkatkan efisiensi rantai manufaktur dan kualitas produk. Saat ini Indonesia siap menghadapi Revolusi Industri 4.0. Hal ini ditandai dengan peluncuran Making Indonesia 4.0. Revolusi industri 4.0 membuka peluang yang luas bagi siapapun untuk maju. Teknologi informasi yang semakin mudah diakses menyebabkan semua orang dapat terhubung di dalam sebuah jejaring sosial. Banjir informasi seperti yang diprediksikan Futurolog Alvin Tofler (1970) menjadi realitas yang ditemukan di era revolusi industri saat ini. Namun di sisi lain Revolusi Industri 4.0 juga membawa tantangan besar dimana tersaringnya sumber daya manusia yang secara perlahan digantikan dengan perkembangan teknologi. Hal ini disebabkan pekerjaan yang diperankan oleh manusia secara perlahan digantikan dengan teknologi digitalisasi program. Dampaknya, proses produksi menjadi lebih cepat dikerjakan dan lebih mudah didistribusikan secara masif dengan keterlibatan manusia yang minim.


            Bagi negara-negara maju, Industri 4.0 dapat menjadi cara untuk mendapatkan kembali daya saing infrastruktur. Berdasarkan analisis Mckinsey Global Institute, Industri 4.0 memberikan dampak yang sangat besar dan luas, terutama pada sektor lapangan kerja, di mana robot dan mesin akan menghilangkan banyak lapangan kerja di dunia. Untuk itu era revolusi industri ini harus disikapi oleh pelaku industri dengan bijak dan hati-hati. Di satu sisi, era industri ini melalui konektivitas dan digitalisasinya mampu meningkatkan efisiensi rantai manufaktur dan kualitas produk. Namun demikian, di sisi lain, revolusi industri ini juga akan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia hingga tahun 2030 karena diambilalih oleh robot. Bagi Negara-negara berkembang, Industri 4.0 dapat membantu menyederhanakan rantai suplai produksi, yang dalam hal ini sangat dibutuhkan guna menyiasati biaya tenaga kerja yang kian meningkat. Indonesia telah mengawali proses adaptasi terhadap Industri 4.0 dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia melalui program link and match antara pendidikan dengan industri.

            Menurut Ray Wang, Pendiri dan Analisis Utama Constellation Research Inch., setidaknya ada lima teknologi digital yang menjadi dasar dari transformasi digital, diantaranya yaitu: Mobile, Social, Cloud, Big Data, dan Unified Communications.

Beberapa bentuk teknologi digital diantaranya seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan chatbot.

            Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat melahirkan teknologi informasi dan proses produksi yang dikendalikan secara otomatis. Mesin industri tidak lagi dikendalikan oleh tenaga manusia tetapi menggunakan Programmable Logic Controller (PLC) atau sistem otomatisasi berbasis komputer. Dampaknya, biaya produksi menjadi semakin murah. Teknologi informasi juga semakin maju seperti smart phone yang mendukung berkembangnya industri kreatif berbasis teknologi.

            Kecerdasan buatan atau disebut Artificial Intelligence (AI) merupakan salah satu bagian komputer yang mempelajari bagaimana membuat mesin (komputer) agar dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan manusia. 

            AI bekerja secara otomatis dan dengan kecepatan tinggi. Umumnya AI berbentuk  software, namun ada pula yang berbentuk humanoid atau seperti manusia sehingga bisa berkomunikasi dengan manusia dan mengingat apapun yang dibuat oleh pemiliknya. 

            Karena kemampuan AI yang bisa mengingat secara permanen, maka AI bisa digunakan untuk menyimpan jadwal dan jawaban dari para pemiliknya atau para pelanggan serta untuk menghitung probabilitas lainnya.

            Big data merekam semua data serta kegiatan yang pernah dilakukan untuk kemudian memprediksi apa yang mungkin terjadi di masa mendatang. Dengan demikian, Big Data memiliki jelajah yang jauh melampaui jaringan media sosial karena mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan modern.

            Marr (2017:8) mengungkapkan bahwa ada tiga area utama dalam bisnis yang sangat membutuhkan akses terhadap big data, yaitu improving decision making, improving operations, dan the monetizing of data.

            Internet of Things (IoT) yaitu bentuk network atau jaringan dari peralatan fisik, sehingga memungkinkan benda-benda teknologi terhubung dengan jaringan internet. IoT ditemukan oleh Kevin Ashton di tahun 1999. Salah satu produk IoT yang ada adalah layanan GPS (Global Positioning System).

            Chatbot (Chatterbot), atau pembalas pesan otomatis adalah salah satu program komputer yang dirancang untuk mensimulasikan sebuah percakapan atau komunikasi yang interaktif kepada pengguna (manusia) melalui bentuk teks, suara, dan atau visual. 

            Chatbot disebut sebagai customer service yang handal karena kemampuannya dalam menyimpan data informasi yang banyak sehingga dapat merespon pertanyaan dari pengguna sesuai dengan hasil pemindaian kata kunci.

            Pada umumnya chatbot bekerja dengan melakukan pendekatan Natural Language Proccessing (NLP), yakni bagaimana komputer dapat digunakan untuk memahami dan memanipulasi teks bahasa alami untuk mendapatkan informasi tertentu.

            Revolusi Industri 4.0 secara fundamental mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir, hidup, dan berhubungan satu dengan yang lain. Era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang teknologi saja, namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial, dan politik. Namun di balik kemudahan yang ditawarkan, Revolusi Industri 4.0 menyimpan berbagai dampak negatif, diantaranya ancaman pengangguran akibat otomatisasi, kerusakan alam akibat ekspoitasi industri, serta maraknya hoax akibat mudahnya penyebaran informasi. Oleh karena itu, kunci dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 adalah selain menyiapkan kemajuan teknologi, di sisi lain perlu dilakukan pengembangan sumber daya manusia dari sisi humaniora agar dampak negatif dari perkembangan teknologi dapat ditekan.

Transformasi Digital

            Digital transformation atau transformasi digital adalah sebuah perubahan cara penanganan sebuah perkerjaan dengan mengunakan teknologi informasi untuk mendapatkan efisiensi dan efektifitas. Bebarapa bidang yang telah melakukan transformasi ini seperti pendidikan dengan e-learningnya, bisnis dengan e-bisnis, perbankan dengan e-banking, pemerintah dengan e-government dan masih banyak lagi yang lain, intinya adalah peningkatan efisiensi dan efektivitas pekerjaan dan berkas pendukungnya dengan menggunakan database. Paperless adalah tujuan utamanya, semua bukti transaksi yang berupa dokumen telah tergantikan dengan database sehingga lebih simple, fleksible dan dapat diakses setiap saat.

         Perubahan ini membawa dampak positif maupun negative bagi setiap individu maupun perusahaan yang berkaitan dengan proses bisnis tersebut. Dalam bisnis dengan transformasi digital, memberikan kemudahan para pelanggan untuk memesan produk atau melakukan pemesanan tentang berbagai hal lainnya dengan mudah dan murah. Tidak lagi semua harus bertransaksi langsung namun secara online transaksi ini dapat dilakukan dengan berbagai media teknologi informasi, mulai dari pemesanan, pembayaran, konfirmasi sampai pada proses pengecekan pengiriman barang semua dilakukan secara digital. Efek berlanjut ke harga produk yang akan semakin murah, hal ini karena proses pemasran dan administrasinya tidak membutuhkan biaya yang besar. Akhirnya mereka yang berbisnis secara tradisional akan menuai kerugian karena beralihnya pelanggan ke transaksi digital yang mudah, murah, cepat dan efisien.

Digital Economy

            Ada tiga tahapan digitalisasi, Seperti yang dikutip oleh Kustiwan (2017), bahwa Farid Subkhan, profesional di bidang marketing dan smart city menyatakan bahwa ada tiga tahap digitalisasi:

1. Tahap Digitalisasi 1.0, teknologi sebatas menghitung atau mendokumentasi sehingga memudahkan pengambilan keputusan.

2. Tahap Digitalisasi 2.0, teknologi sudah terhubung satu sama lain sehingga menjadi media sosial untuk bersosialisasi.

3. Tahap Digitalisasi 3.0, teknologi memberikan akses bagi publik untuk berpartisipasi aktif memberi tanggapan dan respon.

            Lahirnya era digital, membangkitkan konektivitas global dimana orang dalam jumlah yang tak terhitung saling terhubung secara daring dan memberikan respon yang luar biasa. Hal ini merupakan sebuah keberhasilan dalam memahami bagaimana teknologi menggerakkan perubahan. Perubahan teknologi ini akan memunculkan paradigma baru yang sangat drastis perbedaannya dimasa mendatang sehingga memunculkan pertanyaan ‘bagaimana manusia di seluruh dunia memanfaatkan teknologi baginya, kini dan di masa mendatang.

Era Disruptif

            Disruptif pada awalnya merupakan fenomena yang terjadi dalam dunia ekonomi, khususnya di bidang bisnis. Clayton (Christensen, 1997), seorang Profesor Bisinis Harvardmenyebutnya sebagai distruption innovative dalam The Innovator’s Dilemma (Christensen, 1997) .Disruptif sendiri merupakan kondisi ketika sebuah bisnis dituntut untuk terus berinovasi mengikuti perkembangan, sehingga bisnis tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekarang, namun dapat mengantisipasi kebutuhan di masa mendatang.

           Di era sekarang, disrupsi tidak hanya berlaku pada dunia bisnis. Fenomena disrupsi memberikan dampak perubahan yang besar dalam berbagai bidang. Disrupsi tidak hanya mengubah bisnis, tapi fundamental bisnisnya. Mulai dari struktur biaya sampai ke budaya, dan bahkan ideologi dari sebuah industri. Paradigma bisnis pun bergeser dari penekanan owning menjadi sharing (kolaborasi). Contoh nyata dapat dilihat pada perpindahan bisnis retail (toko fisik) ke dalam e commerce yang menawarkan kemudahan dalam berbelanja, ditambah merebaknya taksi online kemudian mengancam eksistensi bisnis taksi konvensional.

            Fenomena disrupsi tidak hanya terjadi dalam dunia bisnis saja.Namun telah meluas dalam bidang lainnya seperti pendidikan, pemerintahan, budaya, politik, dan hukum. Pada bidang politik misalnya, gerakan-gerakan politis untuk mengumpulkan masa melalui konsentrasi masa telah digantikan dengan gerakan berbasis media sosial.

            Bidang pemerintahan pun kini juga ditantang untuk melaksanakan birokrasi secara efektif efisien berbasis e governance. Sektor budaya pun juga ikut terdisrupsi. Perkembangan media sosial yang masif, telah merekonstruksi struktur budaya masyarakat. Relasi sosial hubungan masyarakat kini lebih erat terbangun dalam dunia maya, sehingga hubungan dalam dunia nyata justru menjadi relatif. Terakhir, bidang hukum pun sekarang pun juga terdisrupsi. Peraturan-peraturan hukum pun harus mengikuti perkembangan teknologi yang ada, sebagaimana ketika kementerian perhubungan kesulitan menerapkan aturan untuk memberikan aturan terhadap angkutan online.Singkatnya, dalam disruptive akan terjadi disruptive regulation, disruptive culture, disruptive mindset, dan disruptive marketing.

Generasi Milenial

            Generasi Milenial adalah generasi yang terlahir dalam kisaran 1980-2000, sebagian generasi Y (lahir tahun 1980) dan sebagian generasi Z (lahir tahun 2000). Generasi ini dikenal sebagai generasi yang ‘bergaul erat’ dengan teknologi komunikasi dan informasi, yaitu: melalui internet berselancar di dunia maya dalam memperoleh informasi dan berkomunikasi melalui sosial media.

            Sehubungan dengan generasi Y dan Z, hasil penelitian Alvara Research Center yang dikutip oleh Muhammad (2017) mengungkapkan tiga karakter unggul generasi milenial, yaitu : 1.creative: berpikir out of the box, kaya ide dan gagasan, 2.confidence: percaya diri sehingga berani mengungkapkan pendapat, 3.connected: pandai bersosialisasi dalam komunitasnya.

            Semakin tingginya persaingan di era digital dan semakin meningkatnya tenaga kerja dari generasi milenial, maka pekerjaan-pekerjaan yang menuntut kreatifitas dan berbasis digital dapat diserahkan kepada mereka untuk dikerjakan di rumah atau di kafe atau di berbagai tempat tertentu lainnya yang diinginkan. Dengan berkolaborasi, perusahaan dapat memperoleh ide kreatif yang didatangkan dari luar perusahaan. Kerjasama seperti ini membuat perusahaan dapat lebih efisien namun juga menjadi lebih kreatif. Dengan demikian, pada masa mendatang, perusahan dapat tetap memiliki karyawan dari generasi sebelumnya yang bekerja di kantor dengan jam kantor seperti yang telah ditetapkan. Sementara, karyawan dari generasi milenial bekerja di luar kantor. Hanya saja, perushaaan perlu memfasilitasi agar tetap terjalin komunikasi diantara kedua generasi tersebut.


1 komentar:

  1. Play at a Casino | DrmCD
    Welcome 천안 출장마사지 to Casino, 시흥 출장안마 the place where you can 거제 출장안마 relax in the comfort of your 경산 출장안마 own 논산 출장안마 home! No wifi or download needed. Play slots, table games, and more!

    BalasHapus